Pendahuluan
Tidak bisa dipungkiri bahwa pada saat ini, perkembangan teknologi yang pesat telah memberikan banyak kemudahan bagi manusia untuk mengakses berbagai macam informasi dengan cepat. Informasi yang dahulu terbilang sulit untuk didapatkan, sudah dapat diakses dengan mudah dan cepat, tanpa harus mengeluarkan biaya atau tenaga ekstra untuk mendapatkannya. Hal ini juga berlaku pada tes-tes psikologi, terutama tes kepribadian. Saat ini, bukan merupakan hal asing lagi bagi masyarakat umum untuk dapat mengakses dengan mudah berbagai macam jenis tes kepribadian di internet. Salah satu contohnya adalah tes MBTI, Kokologi serta tes-tes lainnya. Berbeda dengan tes kepribadian konvensional, tes-tes tersebut menawarkan analisis kepribadian secara mudah dan cepat. Namun, terlepas dari kemudahan serta kecepatan hasil yang didapatkan, perlu ditelusuri lebih lanjut mengenai validitas serta reliabilitas dari tes-tes tersebut. Apakah tes-tes tersebut dapat terpercaya dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, hendaknya kita perlu memahami terlebih dahulu mengenai apa itu kepribadian.
Teori kepribadian
Menurut Feist & Feist (2009), kepribadian adalah pola sifat (traits) yang relatif permanen, serta karakter unik yang memberikan konsistensi sekaligus individualitas bagi perilaku seseorang.
Sifat berkontribusi pada perbedaan perilaku antar individu, konsistensi perilaku dari waktu ke waktu, dan stabilitas perilaku dalam berbagai situasi. Sifat bisa menjadi sesuatu yang unik, umum bagi beberapa kelompok, atau bahkan dimiliki oleh seluruh anggota spesies. Akan tetapi, pola dari sifat-sifat ini akan berbeda bagi setiap individu. Hal ini membuat masing-masing individu tetap memiliki kepribadian yang unik walaupun memiliki kesamaan dengan individu lain.
Karakter adalah kualitas unik dari setiap individu yang terdiri dari temperamen, fisik, dan kecerdasan.
Walau bagaimanapun, para ahli teori kepribadian tidak memiliki kesepakatan dalam definisi mengenai kepribadian. Mereka mengembangkan teori dengan keunikan dan hal pentingnya masing-masing. Perbedaan teori-teori tersebut terjadi karena para ahli tidak memiliki kesepakatan tentang sifat dasar manusia (nature of humanity), dan karena mereka memandang kepribadian berdasarkan keilmuannya masing-masing.
Syarat tes kepribadian
Setelah mengetahui mengenai kepribadian, tentu banyak dari kita yang juga sudah tak asing dengan tes kepribadian. Sebelum membahas lebih jauh mengenai tes kepribadian, kita perlu tahu terlebih dahulu definisi dari tes itu sendiri. Menurut Cohen dan Swerdlik dalam bukunya yang berjudul Psychological Testing and Assessment: An Introduction to Tests and Measurement, tes dapat didefinisikan sebagai alat atau prosedur pengukur. Tes psikologi sendiri mengacu pada perangkat atau prosedur yang dirancang untuk mengukur variabel yang berkaitan dengan psikologi (misalnya, kecerdasan, kepribadian, bakat, minat, sikap, dan nilai-nilai) (Cohen & Swerdlik, 2009).
Jika berbicara mengenai tes kepribadian, menurut APA dictionary, tes kepribadian adalah instrumen apapun yang digunakan untuk membantu mengevaluasi kepribadian atau mengukur sifat-sifat kepribadian (“APA Dictionary of Psychology”, n.d.). Saat ini, tentu banyak sekali tes kepribadian yang kita temukan dengan mudah dan gratis di internet, namun apakah hasil tes tersebut bisa dipercaya?
Memang tak ada salahnya untuk melakukan tes-tes kepribadian di internet. Namun yang perlu diingat adalah hasil dari tes-tes tersebut jangan sampai dijadikan pegangan mutlak dalam menentukan pilihan hidup karena kita tidak tahu kredibilitas dari pemilik situs tes online tersebut. Lalu, seperti apakah syarat tes yang baik? Menurut Cohen dan Swerdlik, terdapat dua kunci utama suatu tes bisa dikatakan tes yang baik (Cohen & Swerdlik, 2009) :
- Reliabilitas / dapat diandalkan
Kriteria reliabilitas adalah konsistensi dari alat ukur. Secara sederhana, alat ukur dapat dikatakan reliabel ketika terjadi pengulangan pengukuran dengan cara yang sama, hasil pengukurannya pun tetap konsisten. Reliabilitas memang merupakan elemen yang perlu, tetapi tidak cukup itu saja. Selain dapat diandalkan, tes juga harus akurat.
2. Validitas
Validitas adalah ketepatan atau kecermatan suatu instrumen dalam pengukuran (Dewi, 2018). Suatu tes dapat dikatakan valid jika memang mengukur apa yang ingin diukur.
3. Petimbangan lain
Kedua kunci tadi adalah syarat mutlak untuk mengatakan suatu tes adalah tes yang baik. Namun, tak hanya itu saja, terdapat juga beberapa pertimbangan lain. Tes yang baik adalah tes yang diberikan oleh penguji yang terlatih, baik dalam memberi skor dan menginterpretasikan hasil dengan tingkat kesulitan minimum. Tes yang baik juga adalah tes yang berguna, yang menghasilkan hasil dan akan bermanfaat bagi pembuat tes individu atau masyarakat pada umumnya.
Syarat-syarat tersebut mungkin terlihat sulit dan tentu memerlukan perhitungan yang tak mudah. Lalu, apakah tes-tes online yang sudah kita coba selama ini sudah memenuhi syarat-syarat tersebut?
Mbti
Myers–Briggs Type Indicator atau yang biasa disingkat MBTI adalah sebuah self-help assesment yang membantu manusia untuk mendapatkan insights tentang bagaimana mereka bekerja dan belajar. MBTI sendiri diciptakan oleh sepasang ibu dan anak Katherine C. Briggs dan Isabel Briggs Myers pada 1942 dengan tujuan untuk membuat teori psikologi yang diutarakan oleh C. G. Jung dipahami dan berguna untuk kehidupan manusia (Myers & Briggs Foundation).
MBTI menggunakan 93 pertanyaan untuk menilai sifat-sifat seperti; introvert(I) vs extrovert(E), intuitive(N) versus sensory(S), thinking(T) versus feeling(F), judging(J) versus perceiving(P). Berdasarkan kombinasi sifat-sifat yang dimiliki seseorang, tes ini menetapkan mereka ke dalam 16 label seperti; INTJ (Introvert + Intuitive + Thinking + Judging), ESTP (Extrovert + Sensory + Thinking + Perceiving), ESFP (Extrovert + Sensory + Feeling + Perceiving), ISTP (Introvert + Sensory + Thinking + Perceiving), dan lain-lain.
Seiring berjalannya waktu, para ilmuwan psikologi mulai mempertanyakan scientific merit dari MBTI itu sendiri. Adapun alasan-alasan dari munculnya pertanyaan tersebut adalah tidak ada satupun dari pencipta MBTI, Briggs maupun Myers yang mempunyai pendidikan psikologi secara formal. Teori-teori Carl Jung yang belum banyak terbukti kebenarannya menjadi alasan kedua munculnya pertanyaan tadi. Sebuah studi juga menyatakan bahwa MBTI tidak reliabel karena orang yang sama bisa mendapatkan hasil yang berbeda ketika melakukan tes kembali (livescience).
Dalam sebuah esai yang ditulis oleh David Pittenger, disebutkan bahwa hampir 50% peserta yang melakukan MBTI untuk kedua kalinya mendapatkan klasifikasi ke kelompok yang berbeda. Hal ini jelas melemahkan MBTI di segi reliability yang mana hasil tes harus tetap konsisten walaupun dilakukan pengukuran berulang kali.
Namun, dalam studi yang dilakukan oleh Tzeng (1984) pada 444 mahasiswa dan pegawai administrasi menunjukan bahwa MBTI mempunyai koefisien reliabilitas yang relatif besar (0,74 ~ 0,85) hasil ini membuktikan bahwa MBTI dapat diandalkan atau reliable. Studi yang dilakukan oleh Carlson (1985) juga menunjukan hasil yang memuaskan tentang koefisien reliabilitas dari MBTI dengan skor melebihi 0.8. Hasil dari studi yang dilakukan oleh Carlson menunjukan bahwa MBTI mempunyai nilai reliabilitas yang cukup tinggi.
Di sisi lain, MBTI juga memberikan pertanyaan tentang validitas tes itu sendiri. Tzeng (1984), dalam studinya menyatakan bahwa MBTI bisa digunakan untuk membedakan tipe kepribadian dalam hal 4 dimensi dikotomus. Studi yang dilakukan David Lamond (2001) juga menyatakan bahwa MBTI adalah tes yang valid dengan berbagai alasan dan bisa juga digunakan untuk berbagai tujuan.
Setelah melalui paparan-paparan di atas, kami menemukan bahwa mayoritas studi menunjukan MBTI mempunyai reliabilitas dan validitas yang cukup tinggi. Terlepas dari berbagai macam jenis tes dari MBTI, secara umum tes ini masih bisa digunakan untuk referensi minat dan pekerjaan dengan kebijaksanaan para penggunanya.
Kokology: The Game of Self-Discovery
Kata Kokology diambil dari bahasa jepang “kokoro”, yang dapat diartikan sebagai “pikiran”, “jiwa”, atau “perasaan”. Dengan kata lain, kokology merupakan ilmu tentang pikiran.
Kokology merupakan sebuah gagasan yang diusung oleh Isamu Saito yang merupakan seorang profesor psikologi di Rissho University dan Tadahiko Nagao yang merupakan Ketua Tim “Kokology Project” .
Pada esensinya, kokology merupakan sebuah permainan untuk mengenal diri (the game of self-discovery). Saito mengatakan bahwa bagi banyak orang, kata ‘tes psikologi’ memunculkan citra gelap dan menakutkan. Ia menambahkan bahwa permainan psikologis dapat membuat proses pencarian (tes kepribadian) lebih menarik dan menyenangkan, sehingga orang-orang tidak terlalu merasa ‘terancam’ ketika melihatnya sebagai suatu bentuk permainan.
Kokology mencoba untuk mengungkap pandangan terdalam seseorang pada suatu subjek. kokology menerapkan permainan-permainan sederhana yang menarik dan menyenangkan untuk dilakukan. Sebagai contoh, pada salah satu permainannya pemain (orang yang melakukan tes) diminta untuk membayangkan bahwa dirinya harus mendaki gunung untuk mencari batu yang sangat langka. Selanjutnya, ia ditanya “apa kesanmu terhadap gunung pada saat kamu berdiri pada kaki gunung?” Pada kokology, gunung tersebut dapat diartikan sebagai figur ayah. Ketika pemain melihat gunung sebagai suatu yang menyulitkan, maka figur ayah dapat berarti sebagai sosok yang dingin dan tidak dekat dengan diri pemain. Namun jika pemain melihat gunung sebagai suatu yang indah, maka figur ayah dapat berarti sebagai sosok yang penyayang bagi diri pemain. Selanjutnya, objek ‘batu’ pada permainan diartikan sebagai talenta atau kekuatan yang belum ditemukan. Ketika pemain menyerah untuk mencari batu yang sangat langka tersebut, maka dapat diartikan bahwa pemain merupakan tipe orang yang tidak akan menemukan potensi dirinya.
Fokus utama dari kokology adalah menemukan kepribadian seseorang menggunakan teori-teori kepribadian dari Sigmund Freud dan Carl Jung melalui deep psyche. Kokology melibatkan konsep interpretasi mimpi dan archetype dalam penyusunan pertanyaan-pertanyaannya (Kokology, n.d.). Pertanyaan-pertanyaan dari permainan kokology bersifat imajinatif yang nantinya mengarah pada jawaban yang imajinatif pula (Dunn, 2020). Dengan kata lain, ciri khas dari pertanyaan-pertanyaan dalam permainan kokology yaitu ‘pengandaian yang terstruktur (Kokology, n.d.)
Karena permainan kokology ini melibatkan konsep interpretasi mimpi dan archetype yang mirip seperti metode projective personality test, permainan ini memiliki permasalahan bias yang sama dengan metode tersebut dan tidak memiliki bukti ilmiah yang cukup mendukung (Kokology, n.d.).
Hasil dari permainan kokology terbuka untuk diperdebatkan. Seorang seniman video New York, Monika Bravo mencoba permainan tersebut dan menimbulkan keraguan terhadap segala hal mengenai permainan tersebut. Bahkan, The Center for Modern Psychoanalytic Studies di New York pun sependapat setuju dengan Bravo dan menolak untuk memberi komentar terhadap buku kokology yang digagas oleh Saito dan Nagao. Mereka berpendapat bahwa buku tersebut tidak layak untuk diselidiki (Dunn, 2020) Oleh karena itu, kredibilitas dari permainan ini pun masih diperdebatkan.
Hal ini juga sejalan dengan tidak ditemukannya bukti-bukti validitas dan reliabilitas dari kokology ini. Dalam platform pencarian jurnal dan karya tulis seperti ScienceDirect (sciencedirect.com), ResearchGate (researchgate.net), Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (e-resources.perpus.nas.go.id), Directory of Open Access Journals (doaj.org) dan Google Scholar (scholar.google.com) tidak ditemukan jurnal atau pun karya tulis yang memuat bukti-bukti validitas dan reliabilitas dari kokology. Oleh karena itu, kredibilitas dari tes ini pun masih dipertanyakan.
Di samping itu, salah satu dosen di Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran, Airin Triwahyuni, S.Psi, M.Psi berpendapat bahwa kokology lebih cocok dipandang sebagai hiburan dibandingkan sebuah tes. Menurut beliau, penting untuk tidak langsung percaya sepenuhnya terhadap hasil dari tes/permainan kokology ini. Di samping tidak ditemukannya bukti-bukti validitas dan reliabilitas dari tes/permainan ini, kokology juga dinilai terlalu sederhana untuk menjelaskan kepribadian manusia yang kompleks. Beliau juga menyarankan bahwa pengguna tes-tes psikologi juga perlu bijak dalam menggunakan tes-tes psikologi yang beredar di internet, salah satunya dengan memeriksa bukti-bukti validitas dan reliabilitas dari tes tersebut. Hal ini diperlukan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Perbandingan jari 2d : 4d
Benarkah panjang jari tangan bisa memprediksi kepribadian manusia?
Penelitian mengenai rasio panjang jari telunjuk dengan jari manis pada tangan sudah banyak dibahas sejak dulu. Rasio panjang jari (selanjutnya akan disebut dengan digit ratio) berkorelasi dengan maskulinitas yang ditampilkan seseorang. Digit ratio yang rendah menandakan semakin panjangnya jari manis seseorang jika dibandingkan dengan jari telunjuknya. Semakin rendahnya digit ratio menunjukkan semakin maskulin seseorang. Dengan kata lain, besaran digit ratio disebabkan oleh produksi hormon androgen dan testosteron (hormon maskulin) yang lebih besar. Oleh karena itu, digit ratio juga dihubungkan dengan tinggi-rendahnya suara, kemampuan spasial, kekuatan fisik, serta status dan dominansi, meskipun secara penelitian, korelasi dari faktor-faktor ini relatif rendah.
Bagaimana digit ratio mempengaruhi kepribadian seseorang?
Pada penelitian yang dilakukan Meij, et al. pada tahun 2012, pria yang mempunyai digit ratio yang rendah menunjukkan kepribadian yang lebih agresif dan mendominasi. Akan tetapi, banyaknya produksi testosteron tidak selalu membuat seseorang jadi lebih dominan dan agresif, meskipun perempuan yang mempunyai digit ratio yang lebih tinggi cenderung lebih ramah.
Sebenarnya, hubungan digit ratio dengan maskulinitas menjadi perdebatan. Hasil studi dari Lippa (2006) yang diadakan pada mahasiswa menyatakan korelasi yang rendah antara digit ratio dengan sifat yang berhubungan dengan gender. Meskipun demikian, rasio ini mempunyai korelasi dengan teori kepribadian Big Five. Big Five merupakan teori yang mengelompokkan sifat atau perilaku manusia ke dalam kategori neuroticism, extraversion, openness to experience, agreeableness, dan conscientiousness. Digit ratio menunjukkan hubungan positif dengan openness to experience dan hubungan negatif dengan extraversion. Dengan kata lain, berbeda dengan penelitian Meij, penelitian Lippa menyatakan bahwa semakin tinggi digit ratio (biasanya dimiliki perempuan), seseorang cenderung semakin terbuka pada hal yang menyangkut intelektual, artistik, dan pengalaman. Sebaliknya, semakin rendah digit ratio, seseorang cenderung lebih banyak berbicara dan terlibat dalam situasi sosial.
Apakah kepribadian menggunakan digit ratio kredibel?
Penelitian dari Meij et al. menyatakan bahwa dominasi seseorang tidak selalu disebabkan oleh digit ratio. Akan tetapi, rasio telunjuk-jari manis laki-laki memang cenderung lebih rendah dibandingkan perempuan (Hampson, 2007). Meskipun penelitian-penelitian yang membahas mengenai kepribadian berdasarkan digit ratio menunjukkan reliabilitas yang memadai, bukti-bukti yang mendukung kebenaran hipotesis ini hanya sedikit. Selain itu, diperlukan analisis komputer dengan tingkat presisi tinggi untuk mengukur rasio panjang jari (Allaway, et al. 2009), tidak bisa diukur hanya menggunakan mata telanjang saja.
Secara garis besar, kepribadian yang ditunjukkan dengan digit ratio sudah ditinggalkan oleh peneliti kepribadian zaman sekarang. Selain pengukurannya yang rumit, hasil yang ditunjukkan oleh studi-studi mengenai digit ratio juga tidak selalu sepenuhnya menunjukkan pola kepribadian yang ajek.
DAFTAR PUSTAKA
Allaway, H.C., Bloski, T.G., Pierson, R.A. and Lujan, M.E. (2009), Digit ratios (2D:4D) determined by computer‐assisted analysis are more reliable than those using physical measurements, photocopies, and printed scans. Am. J. Hum. Biol., 21: 365–370. doi:10.1002/ajhb.20892
APA Dictionary of Psychology. Retrieved 4 August 2020, from https://dictionary.apa.org/personality-test
Cohen, R., & Swerdlik, M. (2009). Psychological Testing and Assessment: An Introduction to Tests and Measurement [Ebook] (7th ed.). The McGraw−Hill Companies. Retrieved from http://perpus.univpancasila.ac.id/repository/EBUPT190277.pdf
Dewi, D. (2018). Modul Uji Validitas dan Reliabilitas. Retrieved 4 August 2020, from https://www.researchgate.net/publication/328600462_Modul_Uji_Validitas_dan_Reliabilitas
Dunn, A., (2000). CNN.Com — Books — ‘Kokology’ Plays Self-Discovery Games With Your Brain — December 21, 2000. Retrieved 4 August 2020, from http://edition.cnn.com/2000/books/news/12/21/kokology.book/
In: Psychology Wiki. n.d. Kokology. Retrieved 4 August 2020, from https://psychology.wikia.org/wiki/Kokology
Lippa, R. A. (2006). Finger lengths, 2D:4D ratios, and their relation to gender-related personality traits and the Big Five. Biological Psychology 71, 116–121.
Hampson, E., Ellis, C. L., & Tenk, C. M. (2007). On the Relation Between 2D:4D and Sex-Dimorphic Personality Traits. Archives of Sexual Behavior, 37(1), 133–144. doi:10.1007/s10508–007–9263–3
Pittenger, David. (1993). Measuring the MBTI … and coming up short. Journal of Career Planning and Employment. 54.
Writer, B. (2020). How Accurate Is the Myers-Briggs Personality Test?. Retrieved 8 August 2020, from https://www.livescience.com/65513-does-myers-briggs-personality-test-work.html
The Myers & Briggs Foundation — MBTI® Basics. (2020). Retrieved 8 August 2020, from https://www.myersbriggs.org/my-mbti-personality-type/mbti-basics/
The Myers & Briggs Foundation — MBTI® Basics. (2020). Retrieved 8 August 2020, from https://www.myersbriggs.org/my-mbti-personality-type/mbti-basics/
Vugt, M., 2020. What Do Your Fingers Tell. Retrieved 4 August 2020, from https://www.psychologytoday.com/us/blog/naturally-selected/201205/what-do-your-fingers-tell