Selamat Hari Pendidikan, Good Readers!
Kita semua pasti setuju bahwa pendidikan merupakan salah satu aspek yang paling penting untuk menunjang kehidupan manusia. Dengan pendidikan, manusia dapat membuat gedung, transportasi, teknologi, dan dengan pendidikan juga manusia dapat membuat perubahan. Perubahan ini juga lekat dengan negara kita. Pendidikan mengubah status Indonesia dari negara terjajah menjadi negara yang ‘bebas’ dari penjajahan. Tidak sampai disitu, pendidikan juga mengubah negara kita menjadi negara yang lebih maju. Selain itu, negara pun turut mengubah pendidikan dengan membuat perubahan pada kurikulum dalam rangka menyesuaikan zaman dan kebutuhan negara kita.
Perkembangan era revolusi industri sudah mencapai titik 4.0, dimana perkembangan teknologi yang mengarah ke otomatisasi menjadi tantangan tersendiri bagi manusia sebagai pemeran utamanya. Oleh karena itu, dibuatlah sebuah kurikulum baru bernama ‘Kampus Merdeka’ yang diharapkan dapat menjadi solusi atas permasalahan yang muncul dari revolusi industri 4.0. Kampus Merdeka sendiri sudah berusia setahun jika dihitung dari munculnya gagasan tersebut dan sekarang, sebagian dari kita juga sudah menjalankan kurikulum tersebut.
OVERVIEW
Kampus merdeka menjadi kebijakan yang paling berpengaruh bagi mahasiswa semenjak Nadiem Makarim menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada kabinet Indonesia Maju. Kebijakan yang diatur dalam Permendikbud nomor 3, 4, 5, 6, dan 7 pada tahun 2020 ini membuka peluang bagi perguruan tinggi (PT) untuk mewujudkan kultur belajar yang inovatif, tidak mengekang, dan sesuai dengan kebutuhan masing-masing PT. Adanya kebijakan kampus merdeka yang disahkan pada 24 Januari 2020 yang lalu diharapkan menjadi gebrakan baru untuk meningkatkan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia. Kebijakan ini mengantarkan mahasiswa agar dapat memilih mengambil SKS di luar PT (sebanyak 2 semester) atau mengambil SKS pada program studi yang berbeda di PT yang sama (sebanyak 1 semester). Nadiem Makarim menyatakan bahwa kolaborasi antar disiplin ilmu perlu untuk dipelajari karena tidak ada profesi yang hanya membutuhkan satu disiplin ilmu saja (Kemdikbud,2020).
Selama ini, SKS yang diambil mahasiswa hanya terfokus pada capaian program studi masing-masing PT. Sebaliknya, keikutsertaan atau keaktifan mahasiswa di luar kampus masih dipandang sebelah mata. Pembobotan SKS terkait hal tersebut juga masih sangat kecil. Oleh karena itu, langkah yang dirancang oleh Kemendikbud untuk menanggapi fenomena tersebut salah satunya adalah melakukan perubahan dalam peraturan pelaksanaan pembelajaran dalam PT melalui kebijakan Kampus Merdeka. Berdasarkan kebijakan ini, perguruan tinggi diharapkan mampu menghadirkan sistem pembelajaran yang otonom dan lebih fleksibel, serta memperkenalkan dunia kerja sejak dini melalui kegiatan pembelajaran di luar kampus yang dihitung sebagai SKS.
Pelaksanaan terkait kampus merdeka ini dikembalikan lagi sesuai kebijakan masing-masing PT dan Prodi. Di Fakultas Psikologi Unpad, kebijakan kampus merdeka sudah mulai diterapkan sepenuhnya pada mahasiswa tahun ajaran 2020/2021. Adapun pelaksanaan kampus merdeka pada angkatan yang lebih atas belum diberlakukan sepenuhnya, yaitu memberikan kesempatan mahasiswa dari Prodi atau PT lain untuk memilih mata kuliah pilihan di Fapsi. Pada penerapannya, mahasiswa semester satu sampai empat masih mengambil mata kuliah di Prodinya masing-masing. Selanjutnya, mahasiswa akan diberikan kesempatan untuk mengikuti magang atau memilih mata kuliah di luar Prodi atau PT saat semester 5 sampai 7. Terakhir, untuk mahasiswa semester 8, kegiatan pembelajaran yang dilakukan berupa penyusunan tugas akhir dan pengambilan mata kuliah di dalam Prodi masing-masing (Unpad, 2020).
Selain perubahan kegiatan pembelajaran per semester, kebijakan kampus merdeka juga menyebabkan beberapa penyesuaian pada metode pembelajaran dan jumlah materi yang diberikan. Dari sisi metode pembelajaran, terdapat penyesuaian berupa adanya dua metode alternatif yang dilakukan untuk kegiatan belajar-mengajar, yaitu kegiatan tatap muka secara daring (synchronous learning), kegiatan belajar mandiri (asynchronous learning), atau gabungan dari keduanya. Dari sisi jumlah materi, dilakukan pemadatan pada beberapa mata kuliah. Hal ini dilakukan agar mahasiswa tetap mendapatkan capaian pembelajaran yang diharapkan sebelum akhirnya diperbolehkan mengambil mata kuliah dari Prodi atau PT lain pada semester lima ke atas. Namun, pada realisasinya, apakah pemadatan jumlah mata kuliah ini dapat berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan?
REALISASI KAMPUS MERDEKA: APA KATA MEREKA?
Sayangnya, realisasi kampus merdeka di Fakultas Psikologi Unpad, nyatanya tidak mudah bagi banyak pihak terutama mahasiswa sebagai pelaku utama. Mahasiswa tahun pertama yang harus beradaptasi dengan lingkungan kampus serta PJJ ini juga harus beradaptasi dengan kurikulum baru. Kampus merdeka berupaya untuk mengubah definisi SKS dari jam belajar menjadi jam kegiatan.
Pemadatan mata kuliah mengakibatkan beban SKS dan jumlah materi terasa berat. Hal ini sejalan dengan hasil asesmen yang telah dilakukan oleh BPM Kema Fapsi Unpad. Hasil asesmen menunjukkan bahwa kurikulum kampus merdeka memiliki pengaruh yang besar terhadap beban SKS secara keseluruhan dan materi pada beberapa mata kuliah. Asesmen akademik diisi oleh 122 mahasiswa angkatan 2020, terdapat 41,80% orang yang menyatakan bahwa bobot SKS terlalu berat, kemudian terdapat 36,89% orang menyatakan bahwa beban SKS terasa sangat berat karena adanya pemadatan materi dan tugas.
Di sisi lain, beberapa mata kuliah dinilai memiliki materi yang sangat membebani mahasiswa . Terdapat 44,26% mahasiswa menyatakan bahwa materi pada matakuliah statistika dirasa banyak dan padat. Selain itu, beban materi yang dirasa terlalu berat juga terdapat pada mata kuliah Penyusunan Psikologi Kognitif & Belajar, Perkembangan Rentang Hidup, serta Psikologi Kepribadian. Hal itu membuat pemberian materi terkesan terburu-buru dan tak sedikit mahasiswa yang merasa sulit untuk menjalankannya.
HARAPAN KAMPUS MERDEKA : IDEALIS ATAU REALISTIS?
Di samping banyaknya keluhan atas pelaksanaan Kampus Merdeka, orientasi sesungguhnya dari pemerintah adalah memudahkan segala kegiatan yang menyangkut mahasiswa dan kampus dari segi birokrasi, administrasi, fasilitas, hingga keterlibatan fungsi mahasiswa. Namun dalam pelaksanaannya, harapan-harapan Kampus Merdeka yang dicanangkan pemerintah belum dapat sepenuhnya menjawab realitas dan dinamisasi kehidupan mahasiswa. Untuk mengomparasi asumsi-asumsi resiprokal mengenai Kampus Merdeka, berikut ulasan kilas balik harapan-harapan Kemendikbud saat Peluncuran Kampus Merdeka pada 24 Januari 2020 :
- Lulusan S-1 Sebagai Hasil dari Gotong Royong
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, menegaskan ingin menciptakan ‘dunia baru’ yang mana para lulusan S-1 adalah hasil gotong royong dari setiap elemen masyarakat. Beliau juga menyatakan bahwa pendidikan bukan hanya tanggung jawab perguruan tinggi melainkan terdapat banyak aspek yang mendukung kesiapan mahasiswa terjun di dunia kerja melalui kolaborasi dengan pemerintah, perusahaan kelas dunia, rektor dan dosen, organisasi nirlaba kelas dunia, perguruan tinggi kelas dunia, dan institusi pelatihan non perguruan tinggi. Inilah yang akan menepis paradigma bahwa hanya perguruan tinggi yang bertanggung jawab pada pembentukan kualitas mahasiswa.
Namun, perbauran yang diharapkan Mendikbud tidak mudah dilaksanakan pada program studi rumpun kesehatan. Alih-alih menjadi pembebasan SKS untuk eksplorasi, mahasiswa serta dosen lebih merasakan padatnya SKS di semester awal sehingga minimnya ruang gerak melakukan kegiatan sosial karena berfokus pada tuntutan akademik.
- Kampus Merdeka : Pernikahan Massal
Seperti perenang yang mampu menguasai berbagai gaya dan medan renang lainnya, melalui istilah pernikahan massal inilah perguruan-perguruan tinggi dapat bekerjasama memberikan wadah bagi mahasiswa untuk bergerak dari zona nyamannya. Program hak tiga semester belajar di luar program studi menjadi terobosan baru mengeksplorasi diri dengan landasan hampir tidak ada profesi di dunia yang membutuhkan satu disiplin ilmu saja. Multidisiplin yang didapatkan oleh mahasiswa diharapkan menjadi bekal untuk bergerak percaya diri di medan turnamen dengan gabungan ilmu yang ia miliki.
- Menciptakan Potensi Dalam Membangun SDM Unggul
Dibukanya sarana mengembangkan diri melalui program magang, mengajar di sekolah, penelitian, proyek desa, pertukaran pelajar, wirausaha, dan studi atau proyek independen menjadi modal untuk menyongsong Indonesia Emas 2045 melalui kompetensi pemuda. Kegiatan-kegiatan di luar Prodi inilah yang diharapkan membangkitkan potensi mahasiswa dan kredibilitas perguruan tinggi yang sudah tertidur lama. Saat menjalankan kasus praktikal di masyarakat, mahasiswa tidak hanya mengandalkan teori yang dimiliki, melainkan unggul dalam segi emosi, empati, dan simpati. Keseimbangan tersebut dapat mengasah kemampuan yang dibutuhkan secara global sekaligus membentuk pendidikan karakter sesuai intervensi yang tepat dan dibutuhkan.
- Memudahkan Birokrasi dan Administrasi
Sebelum peluncuran Kampus Merdeka, dunia pendidikan dikenal memiliki birokrasi yang cukup rumit dalam pengelolaannya. Sebut saja saat perguruan tinggi mempersiapkan penilaian akreditasi setiap lima tahun sekali. Tidak jarang persiapan ini seakan-akan mendistraksi fokus akademik dosen. Banyak dosen yang meninggalkan kelas demi tuntutan Prodi atau perguruan tinggi untuk mempertahankan akreditasi. Di samping itu, terdapat perguruan tinggi baru yang ingin diakreditasi harus menunggu lama dari tim penilai atau terhambatnya perguruan tinggi yang akan mendapat akreditasi internasional karena belum terverifikasi di tingkat nasional. Diskriminasi inilah yang ingin dihilangkan Kemendikbud melalui Kampus Merdeka. Harapannya, kemudahan birokrasi dan administrasi di dunia pendidikan dapat meningkatkan kualitas dan pengembangan akademik maupun sumber daya mahasiswa.
Dari harapan-harapan tersebut, tidak terlepas adanya campur tangan rektorat atau program studi dalam meregulasi kurikulum Kampus Merdeka. Oleh karena itu, probabilitas perbedaan beban SKS, mata kuliah yang diajarkan, serta kegiatan-kegiatan kampus terbilang tinggi antara satu kampus dengan yang lainnya.
PENUTUP
Gagasan memang tidak ada yang sempurna. Oleh karena itu, dibutuhkanlah pembaruan demi pembaruan, kajian demi kajian untuk mendapatkan hasil yang setidaknya maksimal. Kampus merdeka pun seperti itu, membutuhkan pembaruan untuk setidaknya merealisasikan harapan-harapan dari para perancangnya. Namun, apakah pembaruan tersebut hal yang terbaik untuk para mahasiswa sebagai pelaku utamanya? Atau malah pembaruan tersebut menambah beban tanpa adanya perubahan yang berarti untuk para pelakunya?